Toba – Ditengah gejolak perlawanan warga terhadap keberadaan PT TPL,Tbk di Sosorladang kecamatan Parmaksian kabupaten Toba, Sumatera Utara yang menyerukan “TUTUP TPL”, Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan melalui akun media sosial Facebook miliknya “Viktor Tinambunan” yang memiliki 5 Ribu teman dan 4 bersama teman membuat tulisan pernyataannya yang meminta PT TPL ditutup.
“Bapak/ibu pemilik dan pimpinan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang terhormat. Perkenankan saya menyampaikan beberapa hal secara terbuka melalui media sosial ini sebagai bentuk keprihatinan dan tanggung jawab moral sebagai bagian dari masyarakat di Tano Batak dan Pimpinan Gereja HKBP,” tulis Pendeta Victor Tinambunan
Pendeta Viktor Tinambunan menuturkan beberapa poin soal PT TPL yang menurut penilaiannya relasi sosial antara TPL dengan masyarakat sekitar tidak terbangun.
“Pertama, saya secara pribadi, dan kemungkinan besar mayoritas masyarakat di Tanah Batak, tidak mengenal secara langsung siapa sesungguhnya pemilik maupun pimpinan utama PT TPL,” sebutnya.
Bagi Pdt Viktor Tinambunan, hal tersebut merupakan suatu ironi yang mencolok, dimana sebuah perusahaan berskala besar yang telah beroperasi selama puluhan tahun di atas tanah leluhur kami, tetapi relasi sosial dan komunikasi dasarnya dengan masyarakat sekitar tetap asing dan tidak terbangun.
Dalam konteks etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan, serta norma adat yang kami hidupi, absennya relasi ini merupakan sebuah kegagalan struktural serta bentuk pengabaian etika hidup bersama di masyarakat. ungkapnya.
Kedua, berdasarkan pemberitaan media dan berbagai laporan publik, kami mengetahui bahwa PT TPL telah memperoleh keuntungan finansial yang sangat besar, bernilai triliunan rupiah dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Tano Batak.
Ironisnya, akumulasi kapital tersebut tidak tampak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan masyarakat lokal. Ketimpangan ini menjadi cermin ketidak adilan distribusi manfaat ekonomi, dan menunjukkan adanya relasi yang eksploitatif. Tuturnya.
Ketiga, Pdt Viktor Tonambunan menuturkan soal fakta menyakitkan setelah kehadiran PT TPL di Tano Batak.
“Ketiga, fakta yang paling menyakitkan adalah bahwa keberadaan PT TPL telah memicu berbagai bentuk krisis sosial dan ekologis. Mulai dari rusaknya alam dan keseimbangan ekosistem, rentetan bencana ekologis (banjir bandang, tanah longsor, pencemaran air, tanah, dan udara, perubahan iklim), jatuhnya korban jiwa dan luka, hilangnya lahan pertanian produktif, rusaknya relasi sosial antar warga, hingga akumulasi kemarahan yang tidak mendapat saluran demokratis karena ketakutan dan represi,” sambungnya.
Disebutkan Pdt Viktor Tinambunan, baginya, ini bukan sekadar dampak insidental, tetapi sebuah jejak panjang dari konflik struktural yang tidak kunjung diselesaikan secara bermartabat.
“Melihat ironi kehidupan yang terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir ini, dengan segala hormat dan tanggung jawab moral, saya menyerukan kepada bapak/ ibu pemilik dan Pimpinan PT TPL, tutup operasional perusahaan TPL sesegera mungkin,” terangnya.
Menurutnya, penutupan ini bukanlah sekadar desakan emosional, melainkan langkah preventif menghindari krisis yang lebih parah di masa depan bagi masyarakat di Tano Batak, bagi Sumatera Utara, dan bahkan bagi keberlanjutan ekologis di tingkat global.
“Satu lagi, seluruh karyawan/karyawati yang akan berhenti tolong diberi pesangon besar supaya mereka ada modal usaha,” lanjutnya.
“Doa saya kiranya Tuhan Yang Mahakuasa melindungi bapak/ibu dan memberikan bisnis yang sehat yang mensejahterakan bapak/ibu serta masyarakat luas,” pungkasnya.*BB